Qur'an dan Sunnah

Agama itu Nasehat

Jumlah Raka’at dalam Shalat Tarawih

Posted by Admin pada 21/08/2009

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Barangsiapa yang shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai maka dicatat baginya seperti shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah, Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380).

Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari

تَرْوِيْحَةٌ

yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Dan تَرْوِيْحَةٌ

pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)

Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. (Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para jamaah yang pertama kali bekumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Hukum Shalat Tarawih

Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526).

Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295)

Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?

Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:

Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah.

Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (6/282).

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20).

Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri.

Pendapat kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 6/282).

Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

Dasar pendapat pertama:

1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذَلِكَ فِيْ رَمَضَانَ

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para shahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi ), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)

• Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terkandung bolehnya shalat nafilah (sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah shalat sendiri-sendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’, dan demikian pula shalat tarawih menurut jumhur ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula Al-Majmu’, 3/499;528)

• Tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap para shahabat yang shalat bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (Al-Fath, 4/297 dan Al-Iqtidha’, 1/592)

2. Hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah)

Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380). Berkenaan dengan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan: “Dan hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (Al-Mughni, 2/606)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat (tarawih) yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat (yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri maka shalat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya qiyamul lail yang sempurna.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 26)

3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat lainnya radiyallahu ‘anhum ‘ajma’in (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah dan dipilihlah Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu sebagai imam (lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat Tarawih).

4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282)

5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih bersemangat bagi keumuman orang-orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297)

Dalil pendapat kedua:

Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit , sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang dilaksanakan di rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah. (Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh Shahih Muslim, 6/282)

Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjah-hujjah yang telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah:

• Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para shahabat sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam), karena kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat (untuk shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi. (Al-‘Aun, 4/248 dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan wafatnya beliau shallallahu alaihi wasallam maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini.

Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yang digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.

Waktu Shalat Tarawih

Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam:

إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ

Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Hadits) ini sanadnya shahih”, sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108)

Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih

Kemudian untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:

1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:

مَا كَانَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً …

Tidaklah (Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam di malam hari dari lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11 rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah n, maka sesungguhnya beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau shallallahu alaihi wasallam wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22)

2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:

أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang hadits ini: “(Hadits) ini isnadnya sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan (hadits) ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari ‘Umar , dan (perintah itu) sesuai dengannya radhiyallahu ‘anhu karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As Sunnah, apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melebihkan dari 11 rakaat maka sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akan berpegang teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (Asy-Syarhul Mumti’)

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah pendapat yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits-hadits tersebut:

1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata:

كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِيْ رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً

Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu 23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqaani, 1/362 no. 250)

Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar radiyallahu ‘anhu”. (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya munqothi/terputus, red).

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana dalam Al-Irwa (2/192 no. 446).

2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّى فِيْ رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكَعَةَ وَالْوِتْرَ

Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, dan dalam Al-Mu’jamul Kabir, 11/311 no. 12102)

Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja.” (Al-Mu’jamul Ausath, 1/244)

Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan? (yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).” Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (Adh-Dha’ifah, 2/35 no. 560 dan Al-Irwa, 2/191 no. 445)

Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yang terjadi pada pelaksanaan shalat tarawih yaitu dengan membaca dzikir-dzikir atau doa-doa tertentu yang dibaca secara berjamaah pada tiap-tiap dua rakaat setelah salam. Amalan ini adalah amalan yang bid’ah (tidak diajarkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wassallam). Wallahu a’lam

Sumber http://asysyariah.com, Penulis: al Ustadz Hariyadi, Lc, judul asli Shalat Tarawih.

Diarsipkan pada: https://qurandansunnah.wordpress.com/

10 Tanggapan ke “Jumlah Raka’at dalam Shalat Tarawih”

  1. deket rumah gw, ada yang 23 rakaat termasuk witir…
    _______________________________________________________
    http://WWW.KENALANYUK.COM <== facebook buatan INDONESIAA ASLIIII!!! AYOOO GABUNG!!!!

  2. […] Jumlah Raka?at Dalam Shalat Tarawih Qur'an Dan Sunnah, 21 Aug 09 – 21:50Rasulullah shalallahu ?alaihi wasallam bersabda: ?Barangsiapa yang shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai maka dicatat baginya seperti shalat semalam suntuk.? (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Na… […]

  3. chruddyn12 said

    Assalamu’alaikum, terimakasih atas artikelnya.. Sangat membantU saya dalam mengetahui lebih lanjuT tentang shalat tarawih.
    Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokaatuh.
    afwan pertanyaannya belum sempat dijawab.

  4. fadielajah said

    blog yg mnarik ni..brisi kajian..

  5. kebunsaida said

    Assalamualaikum,….Salam Ramadhan
    Salam Silaturahim
    Catatan yang bagus sekali ……saya jadi tahu lebih banyak tentang shalat tarawih … terimakasih sahabat ….

  6. Assalamu’alaikum mksh tadi sudah berkunjung, subhanalloh artikel yang lengkap..dari kecil saya melaksanakan tarawih 11 rakaat ketika pindah rumah di kampung saya tarawihnya 23 rakaat, bagaimana sebaiknya tarawih di mesjid atau dirumah..
    shukron

    wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokaatuh.
    telah diuraikan dalm posting sebelumnya: 44 Soal-Jawab Seputar Puasa Ramadhan. Soal no 31. Fatwa Asy Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’il. klick disini baca yg lainnya.

    Soal ke-31: Apakah dibolehkan bagi seseorang untuk melaksanakan shalat bersama keluarganya di rumah, yaitu shalat tarawih ?
    Jawab : Tidak mengapa akan hal itu dan hal itu adalah afdhal sebagaimana yang telah lewat.

    • views4you said

      asslamaualaikum
      maaf komentar lagi nih, mas

      kalo memang shalat terawih itu 11 rakaat umumnya yang di kerjakan di indonesia, dan dikatakan bahwa hadiz yang mengerjakan 23 rakaat itu lemah, bagaimana bisa dan dari mana sanz dan rawinya . Kemudian kalo kita lihat bagaimana dengan shalat tarawih yang dikerjakan di Makah almukaromah itu kan 23 rakaat, apalagi yang dikerjakan di madinah lebih banyak lagi 32 rakaat, apakah ini yang disebut lemah?, tapi pada dasarnya shalat tarawih itu kan sunah ya mau banyak , mau dikit tetep dapat pahala.

      ————-
      Saya pernah mendengar penjelasan tentang ini:
      Syaikh bin baz juga pernah ditanya tentang hal ini dan beliau mengatakan bahwa shalat 23 yang dikerjakan berdasarkan dalil dari hadits Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu a’laihi wassalam bersabda ,
      Shalat malam itu 2 raka’at 2 raka’at. Maka apabila seseorang diantara kamu khawatir masuk Shubuh hendaklah shalat witir 1 raka’at. ”. (Hadits riwayat Muslim )

      Itulah sebagai dalil yang dikerjakan shalat 23 atau lebih, akan tetapi Syaikh bin Baz sendiri di Masjidnya mengerjakan shalat tarawih 11 Raka’at.

      Syaik Al Albani juga membahas tentang Kelemahan Riwayat Tarawih 20 Rakaat, yaitu:
      Beberapa Cara Shalat Malam yang dikerjakan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam :
      Hadits Zaid bin Khalid al-Juhani bahwasanya berkata: Aku perhatikan shalat malam Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Yaitu (ia) shalat dua rakaat yang ringan, kemudian ia shalat dua rakaat yang panjang sekali. Kemudian shalat dua rakaat, dan dua rakaat ini tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian witir satu rakaat, yang demikian adalah tiga belas rakaat.(Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr)

      Hadits Ibnu Abbas, ia berkata: Saya pernah bermalam di kediaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam suatu malam, waktu itu beliau di rumah Maimunah radliyallahu anha. Beliau bangun dan waktu itu telah habis dua pertiga atau setengah malam, kemudian beliau pergi ke tempat yang ada padanya air, aku ikut berwudlu bersamanya, kemudian beliau berdiri dan aku berdiri di sebelah kirinya maka beliau pindahkan aku ke sebelah kanannya. Kemudian meletakkan tangannya di atas kepalaku seakan-akan beliau memegang telingaku, seakan-akan membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat yang ringan. Beliau membaca Ummul Qur’an pada kedua rakaat itu, kemudian beliau memberi salam kemudian beliau shalat hingga sebelas rakaat dengan witir, kemudian tidur. Bilal datang dan berkata: Shalat Ya Rasulullah! Maka beliau bangun dan shalat dua rakaat, kemudian shalat mengimami orang-orang. (HR. Abu Dawud dan Abu ‘Awanah dalam kitab Shahihnya. Dan asalnya di Shahihain)
      dan masih banyak hadits lainnya…

      Sebaiknya kita mencontoh dari Rasulullah, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam shalat malam dan tarawih tidak lebih dari 11 ra’kaat.

      Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:
      Tidaklah (Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)

      Pembahasan artikel diatas saya kira sudah lengkap. walllahu ‘alam

      • VIEWS4YOU said

        terima kasih atas infomanya mas

        Walaupun di dalam hadis yang anda tulis bahwa 23 rakaat itu hadis nya lemah, tetapi itu menurut sepihak, karena kita hanyalah pengikut /pembaca bukan pembuat atau mujtahid hadis, dan hadis itu tidak hanya 100 atau 200 tetapi masih banyak sekali hingga jutaan, seperti imam safi’i beliau hafal lebih dari 1 jt hadis, tetapi hadis beliau yang dapat di kutip hanya +/- 200 ribuan hadis itu pun tersebar dimana-mana, sehingga untuk menyebut kan hadis palsu atau maudhu, perlu pendalam dan pengkajian dulu, mungkin kita baru tahu hadis dari hanya sekedar tahu arti dan itu pun mungkin 10 sampai 20 hadis belum tafsir hadisnya,

        jawab:
        Semua tulisan disini bukanlah tulisan saya akan tetapi tulisan ustadz-ustadz (asatidz) kami, yang mana ustadz kami mengambilnya dari kitab2 ulama ulama salaf / Ulama Ahlus hadits, yang menjaga shahihan dari hadits hadits Dho’if maupun hadits palsu. dan tidak ada hak saya untuk menulis disini kecuali harus ada izin dari ustadz kami, hal ini tidak lain untuk menjaga pemahaman agama ini dari berbagai pemahaman dan bid’ah2 yang dilakukan oleh orang2 sekarang ini,

        ————
        Shalat tarawih itu adalah yang dikerjakan oleh saidina Umar RA sebanyak 23 rakaat. Dan Rasull pun menyuruh sahabat yang lain untuk mengerjakan shalat tarawih seperti yang dikerjakan oleh Saidina Umar ( walohualam)

        Jawab:
        Anda tidak membaca artikel diatas dengan seksama telah dijelaskan bahwa:
        Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:
        أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
        “’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249)

        —————
        Hadis yang menerangkan shalat malam nabi adalah 11 rakaat hanya yang diketahui oleh siti aisyah saja ketika siti aisyah terbangun dan itupun di rumah siti aisyah, diluar itu berapa yang dikerjakan oleh Nabi kita ??( wallohu alam).

        Jawab
        ini pendapat ro’yu (akal) saja bukan berdasarkan dalil, janganlah berkata seolah olah ini hadits. Sayangilah dirimu sebelum terkena sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
        وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
        “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka“. (HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya-110, dan Muslim dalam Shohih-nya 3)

        ——————
        berzikir dan do’a berjamaah di dalam Shalat tarawih adalah bid’ah hasanah ( baik) karena ini merupakan suatu penghambaan diri kepada Allah (ibadah)/ hablumminallah ( hanya Allah yang menilai baik buruknya),

        Jawab
        Setiap yang baik belum tentu benar, Baik tapi tidak ada contoh dari Rasulullah menjadi Bid’ah, dan Bid’ah tidak ada yang hasanah, jikapun itu ada bid’ah hasanah ini hanyalah siasat untuk melegalkan bid’ah, padahal bid’ah hasanah itulah bid’ah yang sesungguhnya.
        Sedang Rasulullah telah bersabda:
        “”… dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru yang diada-adakan dalam agama ini (bid’ah), karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Hadits Riwayat Tirmidzi no.2816).

        Kalau kita umpamakan shalat subuh di pagi yang 2 rakaa’t di jadikan hari 5 raka’at karena pagi hari kita masih kuat untuk banyak shalat, akan tetapi ini tidaklah ada contohnya dari Rasulullah sehingga menjadi bid’ah. Begitu juga Dzikir berjama’ah serta amalan-amalan lain yang tidak ada contoh dari Nabi kita sehingga menjadi bid’ah yang dholalah (sesat). Untuk itu para ulama salaf menjaga sekali akan hal ini.
        dan perlu kita ketahui bahwa amalan itu akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala,
        Pertama: Ikhlas, beramal iklash hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
        Kedua: Ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.
        Wallahu ‘alam

        —————–
        Demikian
        bila ada kata-kata yang salah, dan mungkin yang menyinggung, mohon maaf yang sebesar-besarnya
        saya hanya manusia yang do’if yang hanya mengharaf rido ALLAH

        Terima kasih,
        wasalam…

        Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita sekalian, barakallahufiik

  7. views4you said

    Assalamualaikum

    terima kasih atas redaksinya sangat bermanfaat ,semoga bisa terus mensi’arkan ilmu islam yang hak sesuai ajaran para ulama yang telah berjuang sejak jaman dulu untuk kemudahan dan kemaslahatan umat,ditengah-tengah gencarnya keyakinan baru yang masuk ke indonesia

  8. Rasul saw melakukan shalat malam berjamaah dibulan ramadhan lalu meninggalkannya, dan tak memerintahkan untuk melakukannya, dari sini kita sudah mengetahui bahwa shalat sunnah tarawih adalah Bid’ah hasanah, dan baru dilakukan di masa Umar bin Khattab ra, yang mana beliau melakukannya 11 rakaat, lalu merubahnya menjadi 23 rakaat, dan tak ada satu madzhab pun yang melakukannya 11 rakaat, Masjidilharam menjalankannya 23 rakaat, dan Masjid Nabawiy Madinah hingga kini masih menjalankan madzhab Imam Malik yaitu 41 rakaat, tak ada satu madzhab pun yang melakukan 11 rakaat. (Rujuk Sunan Imam Baihaqiy Al Kubra, Fathul Baari Almasyhur, Al Umm Imam Syafii)

    —————–
    (jumlah ra’aat sholat tarawih telah dijelaskan diatas..)

    Sholat tarawih berjama’ah telah ada dan dilakukan oleh rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bukanlah suatu bid’ah, tentang perkataan Umar rad.

    Syaikh Utsaimin rahimahullah telah menjelaskan dalam Asy Syarh al Mumti (IV/79-80) ia berkata: “Apabila ada orang yang bertanya, apa pendapat kalian tentang perkataan Umar : ‘Sebaik baik bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjama’ah)?” Apakah hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Umar radhiyallahu’anhu adalah perbuatan bid’ah?
    Maka jawabnya, bid’ah yang dimaksud bersifat relatif dilihat dari apa yang terjadi sebelumnya, bukan dilihat dari dasar pensyariatannya. Sebab amalan itu, (shalat tarawih dengan berjama’ah) tetap ada hingga akhir hayat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak dilakukan pada masa Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Ketika hal itu dilakukan lagi, seakan akan menjadi perbuatan yang baru diadakan. Tidak mungkin Umar bin al Khattab radhiyallahu’anhu memuji perbuatan bid’ah dalam agama. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap bid’ah adalah kesesatan.”
    Ironisnya, sebagian ahli bid’ah menjadikan perkataan Umar ini sebagai dasar untuk berbuat bid’ah, sehingga mereka membuat bid’ah sesukanya. Mereka berkata: “Sebaik baik bid’ah adalah ini.” Tidak ragu lagi, hal ini menyalah gunakan perkataan yang terkesan samar maknanya.
    Jika diumpamakan, Umar memang benar membuat amalan baru, dan sangat mustahil Umar berbuat seperti itu, sesungguhnya beliau memiliki sunnah (teladan) yang harus diikuti. Seperti sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam : “Kalian harus berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin setelahku.”
    Anda tidaklah seperti Umar. Maka bagaimana mungkin Anda mengatakan bahwa Umar telah berbuat bid’ah dan sebaik baik bid’ah. Padahal Umar memiliki sunnah yang berhak diikuti.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: